KAGAMA.CO, JAKARTA – Hari Selasa Wage, 22 Februari 2022, dipilih sebagai tanggal dilaksanakannya Deklarasi Peduli Hutan oleh Yayasan Peduli Hutan Indonesia (YPHI) di Desa Wunung, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Rencananya, deklarasi tersebut dikenalkan dengan sebutan “Deklarasi Gunung Kidul 22222” karena merujuk tanggal yang monumental.
Kegiatan ini juga dibarengi dengan peresmian penanaman perdana Gerakan Tanam Jadi Swadana se-Nusantara atau Gertam Nusaku dimana keseluruhannya akan bernilai strategis dalam sejarah pengelolaan hutan di Indonesia.
“Kerusakan sumber daya hutan yang meninggalkan hutan rusak lebih dari 60 juta hektare telah terjadi tanpa kendali oleh hampir semua pihak yang terkait di masa lalu, termasuk pemerintah, pejabat negara dan masyarakat diharapkan berubah membaik dengan kesadaran umum deklarasi moral ini.”
“Perbaikan moral adalah kuncinya,” kata Dr. Transtoto Handadhari, Rimbawan senior, Ketua Umum YPHI yang merupakan inisiator dan pengagas Deklarasi Gunung Kidul 22222, dalam keterangan persnya, Senin (7/2/2022).
Tiga Gagasan Penting
Menurutnya, Deklarasi Gunung Kidul 22222 berisi tiga gagasan penting.
Pertama, keprihatinan yang sangat mendalam serta ikut bertanggunggung jawab atas kerusakan maupun kemunduran fungsi hutan akibat berbagai hal yang tidak mudah dicegah pada masa lalu.
Kedua, berkomitmen melakukan pengelolaan, pengaturan, pemanfaatan, pengawasan dan pengamanan hutan sesuai peraturan yang sah dengan hati bersih dan tanpa kecurangan berdasarkan ilmu pengetahuan, serta mencegah segala bentuk kejahatan, penyalahgunaan wewenang, serta penggunaan hutan sebagai alat politik kekuasaan.
Ketiga, mendukung langkah-langkah pemerintah dengan kegiatan nyata menuju pengelolaan hutan lestari bagi keselamatan lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat.
“Inti Deklarasi Gunung Kidul 22222 tersebut selanjutnya disingkat memuliakan hutan tanpa kecurangan atau preserving the forest without cheating,” jelas Transtoto.
Menurutnya, pemuliaan hutan mengandung arti memperlakukan sumber daya hutan dengan bersih, sesuai peraturan yang sah, dengan menghormati fungsi utamanya yakni konservasi alam dan ekosistemnya.
“Itu termasuk penghasil oksigen dan peredam karbon pemanasan global, dan selalu mendasarkan pada objektivitas ilmu pengtahuan serta mencegah segala bentuk kerusakannya, dan selalu memperbaiki dan melestarikannya,” pungkas Rimbawan Kagama dan mantan Direktur Utama Perum Perhutani itu. ***